Saturday, September 30, 2006

Bukan Salahmu

Satu episode dari satu cerpen belum lagi dapat diselesaikan. Mohon bimbinganya...

"Aku tahu, aku nggak pernah bertanya tentang status Mas, tapi kenyataan ini tetap mengguncang aku"
"...."
"Loh kok diam Mas?"
"Aku... aku ndak tahu harus mengatakan apa"
"Yang aku tahu bahwa aku senang sering bersama kamu, aku senang kita bisa tertawa bersama, saling bertukar cerita...."
"Namun aku sulit menghindari kenyataan bahwa itu ternyata malah membuat kita saling menyakiti"

Lea membuang pandangannya keluar Café De Lepheut. Anak-anak pengasong berlarian di atas aspal pelataran parkir. Tangannya tak henti mengacuk Ice Lemon Tea di gelas.

Hari baru saja beranjak meninggalkan siang. Cahaya senja mulai tampak di barat Jakarta. Entah siapa yang mengusulkan, akhirnya sepulang liputan di She-Sat, perusahaan satellite multinasional, mereka memutuskan mampir sekedar minum Kolding, Kolak Dingin. Tapi Lea hari ini lebih memilih Ice Lemon Tea. Warna teh yang merah kecokletan mengingatkan aku pada kulit Ari, batin Lea berkilah.

“Kamu begitu baik”
“Jika dapat mengurangi beban di hatimu, aku minta maaf karena tidak sedari awal menceritakan kondisi aku.”
“Jangan! Jangan Mas! Jangan minta maaf! Mas Ari nggak salah sama sekali!”
“Justru aku yang mestinya tidak lekas mengartikan sikap Mas selama ini ke aku.”

Tangan Ari bergerak hendak meraih telapak tangan Lea, namun diurungkannya. Akhirnya kamera di atas meja yang menjadi sasaran tangannya. Kamera yang menjadi “senjata”nya selama menjadi fotografer untuk harian nasional “Kompor”.

Lea dan Ari terdiam. Hanya suara lembut Michael Frank meneriakkan seonggok kue di dalam toples. Mereka membiarkan hening yang hantarkan senja menjumpai malam.

***